Siaran Pers
No. 08/wd.ss/SP/VIII/2005
Tentang Penolakan Program Sumatera Selatan sebagai Lumbung Energi
Bahwa rencana pencanangan "Sumatera Selatan sebagai lumbung energi" yang dicanangkan oleh pemerintah Sumatera Selatan tersebut hanyalah sebuah paradigma lama yang dicoba untuk dibangun kembali dengan dalih penyejahteraan umat manusia, dan salah satu bentuk kebangkitan rezim baru, yaitu peralihan dari rezim Minyak ke rezim Gas.
Bahwa pencanangan tersebut tidaklah sesuai dengan kondisi yang diharapkan masyarakat, program lumbung energi yang dicanangkan oleh pemerintah adalah untuk mengatasi krisis minyak yang ada di Indonesia dengan mengeksploitasi Gas alam yang selama ini belum tereksploitasi di wilayah Sumatera Selatan.
Indonesia sendiri sebagai negara penghasil Migas dan Batubara membutuhkan sekitar 80% energi dalam negeri yang terbagi kedalam sektor-sektor tertentu, yaitu sektor Industri, sektor Rumah Tangga serta Sektor umum, namun sebagai negara penghasil Migas dan Batu bara, Indonesia ternyata tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Sementara itu, desakan Internasional melalui lembaga donor dan para investor, tetap mengharuskan Indonesia harus mengekspor Migas dalam jumlah besar ke negara-negara luar sesuai dengan kontrak yang sudah disepakati.
Sekarang timbul pertanyaan kenapa Indonesia sebagai negara penghasil Migas tidak mampu mencukupi kebutuhan rakyatnya sendiri, sehingga rakyat terbebani dengan harga BBM dan Gas serta Listrik yang mahal sehingga berimbas terhadap kenaikan harga barang dan jasa, sementara dibeberapa daerah terpencil lainnya terlihat lebih parah bahkan tidak tersentuh sama sekali akan suplai Migas. Menurut keterangan Direkrut Transmisi dan Distribusi PLN, Herman Darnel Ibrahim, kebutuhan PLN akan minyak sebagai energi pembangkit listrik adalah ±15 juta ton barel pertahun, atau sekitar 31% sementara Gas bumi 20%, Batubara 15% sisanya Panas Bumi, Air, Uap dsb ± 3%. Sementara cadangan Migas dan batu bara di Indonesia sekarang semakin menipis seperti contoh table dibawah ini
Table. 1. Cadangan Migas Dan Batubara Nasional dan Sumsel
Nasional | Potensial | Terbukti | Sumatera Selatan | Secara Keseluruhan |
Minyak | 5024 Milyar Barel | 4721,85 Milyar Barel | Minyak | 11 Milyar Barel |
Gas | 86,29 TSCF | 90,3 TSCF | Gas | 21,23 TSCF |
Batubara | 50 Milyar Ton | 5 Milyar Ton | Batubara | 20,1 Milyar Ton |
Sumber: Pusat Data WALHI Sumatera Selatan
Namun, untuk melakukan hal tersebut dibutuhkan infrastruktur yang besar dan yang jelas akan membutuhkan juga dana yang besar dan ini juga akan menekan APBD dan APBN, seperti kejadian beberapa waktu yang lalu ketika terjadi kelangkaan BBM dan Krisis energi listrik, pemerintah seperti saling menyalahkan dengan meyatakan penyebab terjadinya kelangkaan BBM dan Krisis listrik diakibatkan oleh pengurangan kuota BBM di APBN dari ±16 juta ton barel pertahun pada tahun 2004 dan menjadi ±15 juta ton barel pertahun pada tahun 2005 sehingga berdampak pada pengurangan kuota BBM Propinsi Sumsel 2005 sebesar 4.113.200 jauh berkurang dari sebelumnya (Sumek Juli 2005) namun lebih dari sekedar itu kembali dana APBN yang dijadikan alasan untuk memperbaiki krisis atau semua itu hanya sekedar pengalihan isu saja, tanpa dilihat lagi bahwa kas negara adalah kas rakyat juga.
Besarnya kandungan migas di Sumatera Selatan yang diharapkan dapat menjadi penyanggah daerah-daerah tertentu yang membutuhkan, namun pada praktiknya kondisi tersebut tidak memenuhi kabutuhan tersebut, kelangkaan BBM, kecelakaan transportasi pengangkutan, kebocoran pipa migas dan masalah ganti rugi yang tak kunjung selesai adalah fakta yang terjadi di daerah distribusi, belum lagi masalah yang akan menyusul seperti kerusakan lingkungan akibat ekploitasi dan pencemaran akan sumber daya alam, pengusuran ribuan lahan rakyat, dan juga pengangguran akibat himpitan ekonomi. Dalam catatan Walhi Sumsel sepanjang 2004-2005 paling tidak ada 17 kali peristiwa kebocoran pipa dan satu diantaranya menyebabkan korban meninggal dunia.
Proyek jaringan pipa gas sepanjang 1.000 km itu terdiri atas tiga bagian. Pertama, proyek jaringan pipa transmisi 580 km dari Grisik, Corridor Block, Jambi, ke Jabar. Kedua, proyek jaringan pipa transmisi 420 km dari Pagar Dewa Block, Pertamina, Sumsel, ke Jabar. Ketiga, jaringan pipa distribusi di Jabar (Media Indonesia, 2004).
Pendanaan proyek ini terdiri dari emisi obligasi PT PGN September 2003 senilai US$150 juta, penjualan saham (Initial Public Offering) PT PGN 15 Desember 2003 senilai setara US$150 juta, obligasi PT PGN Februari 2004 senilai US$275 juta, dan bantuan pemerintah Jepang melalui Tokyo Loan Agreement Maret 2004 senilai US$ 420 juta. Bunga untuk Tokyo loan ini 0,9 % dengan jangka waktu 40 tahun. Dari berbagai instrumen pembiayaan ini diperoleh dana US$ 995 juta. Sementara untuk jaringan distribusi di Jabar senilai US$125 juta, dibiayai oleh dana sendiri dan bantuan Bank Dunia senilai US$ 80 juta (berbagai sumber, 2004).
Awal 2007 diperkirakan jaringan ini akan mengalirkan 850 juta kaki kubik gas per hari. Rinciannya, gas Corridor Block 300 juta kaki kubik, ditambah gas dari Pagar Dewa Block 250 juta kaki kubik, serta ditambah lagi dengan gas yang selama ini telah didistribusikan oleh PT PGN sebesar 280 sampai 300 juta kaki kubik per hari. Seluruh gas dari Sumatra tersebut, nantinya akan dipasok ke sejumlah pabrik di Jabar (Andry, 2005).
Di Sumatera Selatan sendiri, jalur pipa ini akan melewati 5 kabupaten, yaitu Musi Banyuasin 70 Km, Banyuasin 28,2 Km, Muara Enim 80,4 Km, Prabumulih 20,2 Km, OKU Induk 29,8 Km dan Oku Timur 42,7 Km.
Dalam hal ini, WALHI Sumatera Selatan sebagai lembaga yang peduli akan permasalahan Lingkungan Hidup serta sosial kemasyarakatan mengambil sikap dengan tegas:
- Menolak pencanangan Sumatera Selatan sebagai lumbung energi dikarenakan tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap permasalahan Lingkungan Hidup Di Sumatera Selatan.
- Mendesak Pemerintah untuk lebih mengupayakan pengembangan energi alternatif dan terbarukan.
- Mendesak pemerintah untuk menolak segala bentuk investasi dan dana bantuan berupa Hutang.
- Mendesak Pemerintah untuk menolak perimbangan dana bagi hasil migas bagi propinsi Sumatera Selatan.
- Mendesak pemerintah dalam melakukan rehabilitasi pipa migas untuk bertindak lebih komperehensif bukan orientasi proyek.
- Mendesak pemerintah untuk secepatnya menyelesaikan masalah ganti rugi warga akibat ledakan pipa migas.
- Mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhadap perusahaan-perusahaaan migas yang telah melakukan kerusakan lingkungan hidup di Sumatera Selatan.
Sumatera Selatan, 23 Agustus 2005
Eksekutif Daerah WALHI Sumatera Selatan
Iwan Wahyudi
Kepala Divisi Jaringan Kerja dan Kampanye